Tuesday 18 July 2017

Taburlah garam ke air laut

Kalian tahu kan garam asalnya dari mana? Selain ada di laut, garam juga bisa didapatkan di beberapa gunung. Tapi bukan garam gunung yang ingin saya bicarakan. (iki arep nang endi tho ceritane?) Kalian tahu kan kalau air laut itu asin. Lalu apa jadinya kalau air laut itu kita tambah garam? Akankah jadi lebih asin? Bisa jadi. Tapi pertanyaannya, untuk apa menambah garam ke air laut yang sudah cukup garam? Anyway, ini hanya analogy saja. Mungkin juga kurang tepat.

Melihat fenomena banyak orang - tidak hanya anak muda, tapi juga orang tua yang gemar pamer… Beuh…. Kadang lihatnya gimanaaaa gitu…. Antara kasihan -- karena (menurut saya pribadi) mereka seperti justru menunjukkan kurangnya mereka, miskinnya hati mereka – dan males banget. Iya, males banget. Pentingnya apa coba? Manfaatnya apa lagi? Gak ada gitu kegiatan yang lebih bermanfaat dari sekedar pamer? Belajar masak kek, mainan sama anak kek, belajar jahit, merajut, atau hobi dan keterampilan yang lain? Yang bapak-bapak mending bikin proposal gitu? Bangun negara atau apa kek.

Kadang saya berpikir, kita dikasih karunia sama Gusti Allah itu kurang banyaknya kayak apa coba sih? Kalau semua karunia itu kita pamerkan di sosial media, apa gak keblenger tuh sosial media. Manfaatnya apa pula? Gak ingat dengan saudara kita yang masih banyak kekurangan? Gak kasihan sama mereka? Kasihan itu bukan Cuma sekedar bilang kasihan, tapi kita harus turut memikirkan perasaannya (kalau ikut merasakan masih terlalu berat untuk kalian).

Gak usah munafik, saya pun pernah di fase itu. Jalan-jalan ke luar negeri pertama kali, semua foto di upload. Setiap ganti negara, upload lagi. Pas baru awal-awal punya anak, upload-upload-upload. Eh anakku tengkurep, jepret. Eh, anakku nangis, jepret. Eh, anakku napas, jepret. Eh, anakku laper, jepret. *rolling eye* (alhamdulillah aku gak separah itu sih.. tapi ya smepat upload-upload juga. Hehehehe..) Kemana dan gimana lagi orang jaman sekarang bisa belajar bertanggung jawab dan memprioritaskan suatu hal yang lebih tinggi dan lebih baik dalam hidup. Ya benar, hidup itu proses. Saya mungkin sudah tidak di level itu lagi, alhamdulillah ya..

Kembali lagi ke paragraf tiga, mampukah kita menghitung dan mengupload semua karunia yang telah Allah berikan? Yang kasih karunia tuh Allah gitu. Ngapain pamernya ke orang lain? Karunianya diambil baru tahu rasa.

Saudaraku, ketika  kita sudah merasa cukup garam, apakah kita masih butuh garam dari orang lain (dengan cara pamer) dalam air laut kehidupan kita?

Ada yang bilang, “Pamer itu perlu, supaya orang tidak merendahkan kita”. Tapi ada juga pepatah yang bilang “Rendahkanlah hati kita (hati ya teman-teman, bukan diri) hingga tidak ada orang yang mampu merendahkan kita lagi.”. Selain itu bukankah Allah menjamin akan meninggikan derajad orang-orang yang senantiasa menjaga hatinya hanya untuk beribadah kepada-Nya?

Wallahualam..

#perenunganpribadi