Sunday 24 September 2017

USA, I am coming (Providence, Rhode Island)

Providence

Providence ini adalah tujuan utama saya pergi ke benua Amerika karena saya ada seminar Pangborn Sensory Science selama 5 hari. Saya tiba hari Sabtu malam, seminar dimulai hari Minggu hingga Kamis. Ulasan mengenai Pangborn 12 akan saya bahas sendiri di link berikut. Di post ini saya akan bercerita tentang kondisi tempat tinggal saya serta kesan terhadap kota Providence.

Christopher Dodge House Bed and Breakfast

Selama seminar, saya tinggal di Christopher Dodge House Bed and Breakfast yang usianya lebih dari 150 tahun!! Bayangpun!! Saya baru sadar seminggu sebelum berangkat dan saat itu saya panik karena saya orangnya jirihan. Takutan.  Apalagi saya bakal tidur sendirian. Sebelum berangkat saya sudah wanti-wanti mama dan papa untuk selalu siap terima telpon saya kalau saya ketakutan. Saya tiba di hotel itu pukul setengah 8 malam. Begitu tiba, seorang mbak muda, cantik nan ramah menyambutku dengan senyum hangat. Seketika bayangan serem tentang hotel yang selama ini saya bayangkan sirna dan berganti menjadi kesan klasik nan mewah. Melihat desain interiornya mengingatkan saya ketika saya jalan-jalan ke museum istana. Yang membuat kaget adalah tempat tidurnya karena selain berukuran king, tempat tidurnya tinggi banget. Tingginya gak biasa karena model lawas, bahkan sampai ada tangga kecil untuk bisa naik ke tempat tidur. Amenities-nya pun lengkap. Ada sabun, sampo, pisau cukur, shaving cream, handuk untuk make up remover, sofa, lemari pendingin, televisi, alarm, ac, dan alat untuk membuat kita tertidur.

Yang  membuat saya lebih puas adalah sarapannya. Sarapan yang disediakan bukan sarapan ala Amerika masa kini, melainkan sarapan Amerika jaman dulu. Aaaahhh…. Saya senang sekali. Mereka bikin kue-kue dengan resep tradisional yang biasa saya lihat di buku resep kue Amerika jaman baheula dan selalu ganti setiap hari. Selain kue, mereka juga menyediakan sarapan masa kini yaitu roti, bagel, Nutella, telur rebus, dan yoghurt. Lebih dari itu, mereka juga menawarkan sarapan hangat alias hot meal yang selalu berganti setiap harinya. Biasanya sarapan hangat yang ditawarkan adalah masakan yang dimasak sekaligus banyak seperti Quiche, caserol, atau semacamnya yang mana seringnya pasti sudah dicampur babi sekaligus. Tapi jangan khawatir, untuk kita yang muslim atau punya diet restriction tertentu, mereka akan membuatkan scrambled egg special dengan toping bermacam-macam. Semua kuenya benar-benar rasa home-made. (oh, yes, I can really differentiate industrial product. Don’t you ever dare to lie to me on my tongue).

Sebagai orang yang punya sakit maag, sarapan adalah wajib. Tidak banyak hotel yang menyediakan sarapan macam ini, gratis. Seringnya hotel menyediakan sarapan ala cepat dan seringnya bayar terpisah dari biaya penginapan. Jadi buat saya, sarapan gratis dengan menu seperti ini, di Amerika pula, adalah juara.

Foto-foto hotel ini bisa dilihat di instagram saya di sini.

Tasting

Kenapa saya menekankan rasa di Amerika? Karena sepanjang saya makan di Amerika (Boston, New York, Providence), beberapa jenis restoran saya coba. Untuk restoran yang berani dengan harganya, memang tidak mengecewakan. Tapi saya tak hanya mencoba restoran, makanan yang dijual di supermarket pun tidak luput saya coba. Kesimpulan secara umum tentang makanan di Amerika adalah menyedihkan. Seriously!! Amerika perlu memberi perhatian khusus terhadap makanan mereka. Masak ya keju dicampur antibiotik. Masak ya buah semuanya sepo, gak ada rasanya. Masak ya produk industri isinya lebih banyak bahan kimianya daripada bahan alaminya. Masak ya mereka bener-bener sudah kehilangan memori akan rasa alami dan apa yang baik untuk tubuh mereka?

Pengecualian untuk satu restoran yang ratenya agak tinggi yaitu Birch. Mereka benar-benar menunjukkan kalau mereka peduli dengan apa yang mereka sajikan. Jadi rasa yang dihasilkan pun tak bisa bohong. Mereka menunjukkan kualitasnya. Saya ke sana dengan Rikke dan Michael. Birch is a modern American cuisine rooted in classical technique. Restoran ini tidak besar. Hanya mampu menampung 18 orang dalam satu sesi. Itulah mengapa reservasi sangat penting sebelum datang ke restoran ini. Restoran ini bentuknya seperti bar. Delapan belas orang duduk mengelilingi bar. Di bawah meja ada cantolan kecil untuk menggantungkan (mantan) tas kita. Lalu pemilik restoran yang berperan sekaligus sebagai pramusaji akan melayani kita dari balik meja.

Saat itu saya pesan Squash: Fava bean, Lemon verbena and pine. Yang kedua lupa namanya. Yang ketiga Slowly grilled Rhode Isand duck: chicories, bread, beach plum, and husk cherry. Penutup Raspberry: beach rose and elder flower, fermented honey. Yang tak terlupakan adalah bebek yang dimasak lama. Makanan yang dimasak lama memang benar-benar bisa mengeluarkan dan mengembangkan rasanya ya. Sampai sekarang pun saya masih terbayang betapa enaknya bebek itu. Bebek itu benar-benar membuat saya foodgasm. Emhhhh…
Bebek Birch yang emhhh...


Restoran kedua yang saya coba di Providence adalah Mok Ban. Mok Ban adalah restoran korea yang lumayan bagus ratingnya. Saya kesana sama Rikke saja. Saya pesan Bibimbap ayam. Beneran ya, porsi orang Amerika itu super size banget. Satu set bibimbap ayam terdiri dari semangkuk besar nasi dengan 8 topping di atasnya, brokoli, salad, fermented cabbage, udon dengan cumi, kuah, dan saus cabai. Saya kekenyangan. Ditambah lagi Rikke ngasih semangkuk cuminya untuk saya. Padahal saya sudah nyobain tartar tuna (tuna mentah cincang) punya dia. Tapi Mok Ban tidak kehilangan jati diri rasa asianya meski sudah lama di Amerika. Rasa Asia yang Mok Ban tawarkan benar-benar menjadi penawar racun rasa dari makanan yang disediakan di seminar selama 5 hari di Providence.
Satu set Bimbimbap

Jalan-jalan di Providence

Providence bukanlah kota yang besar. Dia pun tidak terlalu ramai, bahkan cenderung lebih sepi daripada Boston. Di hari pertama seminar, sebelum seminar benar-benar dimulai, panitia menawarkan free walking tour. Tentu saya tidak melewatkan kesempatan ini. Hanya perlu datang sedikit lebih pagi ke lokasi acara saja. Tepat pukul 12.30, seorang pemandu mengumpulkan kami di depan gedung dan kami pun jalan keliling kota sambil diberi sedikit banyak pengantar mengenai kota Providence. Saya tidak banyak ingat apa yang dibicarakan oleh pemandu. Banyaknya tentang sejarah kota Providence yang mungkin bisa dicari di Google. Tur itu berlangsung selama satu jam saja. Tidak semua wilayah kita datangi. Hanya jalan dari venue ke sekitar Memorial boulevard, kemudian kembali ke venue. Selebihnya pemandu hanya memberikan instruksi dan pengantar mengenai apa yang ada disekitar tempat kita berhenti untuk selanjutnya bisa kita eksplor sendiri jika tertarik.

Di hari ketiga, seminar selesai lebih awal. Jadwal sengaja dibuat demikian agar peserta tidak terlalu jenuh dengan materi ilmiah dan memiliki waktu untuk eksplorasi kota. Saya gabung dengan Adriana, Anastasia sari Institut Paul Bocuse dan Martin (pacarnya Anastasia) jalan-jalan siang. Kami datang ke Waterplace, memorial park, kemudian jalan kaki menanjak ke Brown University. Di sana kami menikmati sore dengan duduk-duduk di taman di dalam universitas. Kemudian pukul 5 saya pamit untuk berpisah karena saya harus pulang ke hotel untuk solat sebelum makan malam dengan Rikke di Mok Ban jam 7.
Brown University

Mencari souvenir di Providence ini bukan perkara mudah karena sepertinya Providence bukan kota tujuan wisata. Tapi alhamdulillah pada hari keempat, saya bisa lari ke State house setelah makan siang. State house-nya terbuka untuk umum dan kita tidak perlu bayar tiket untuk masuk. Hanya saja seperti biasa, tas kita perlu dipindai seperti di bandara. Di dalam state house ada toko souvenir yang saya tahu dari websitenya menjual kartu pos. Saking pengen banget punya kartu pos Providence, saya benar-benar menyempatkan datang ke tempat ini,  muter-muter ruangan yang ada di dalamnya sekitar 30 menit dan kembali lagi ke tempat seminar tepat waktu. Toko sovenirnya juga kecil banget. Tapi lumayan, yang penting ada kartu pos dan saya pun bahagia. Selain toko souvenir, di dalam state house yang berisi banyak ruang rapat dan seminar para pejabat, ada juga perpustakaan yang serius keren banget dengan gaya klasik. Selain itu ada juga museum kecil, namun saya tidak sempat mengunjunginya.
Providence State House

Salah satu ruangan di dalam State House

Perpustakaan umum di dalam State House


Pintu masuk utama State House

Lanjut ke New York